Kamis, 24 Mei 2018

Strategi Pemasaran di Balik Penjualan Merek Blue Band


Duniaindustri.com (Mei 2018) - PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), emiten produsen consumer goods, berencana menjual divisi spreads meliputi merek dagang global Frytol, Blue Band Master dan Blue Band, Minyak Sarmin, Blue Band Gold senilai Rp 2,65 triliun. Selain karena kebijakan induk usaha yang menjual divisi tersebut, langkah tersebut dilakukan untuk membuat fokus pertumbuhan bisnis perseroan ke produk kategori home and personal care serta foods and refreshments.


Berdasarkan prospektus keterbukaan informasi perseroan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), aset tak berwujud kategori spreads akan dijual senilai 164 juta euro atau setara Rp 2,65 triliun. Aset tak berwujud yang dijual termasuk namun tidak terbatas pada hak untuk mendistribusikan produksi menggunakan merek dagang global dan lokal serta daftar pelanggan di Indonesia.

Sedangkan aset berwujud yang akan dijual senilai Rp 195,47 miliar, yang terdiri dari penjualan aset produksi dan perlengkapan sebesar Rp 152,64 miliar dan penjualan persediaan dan barang dagang sebesar Rp 42,83 miliar.

Perseroan juga akan menyewakan sebagian dari tanah dan bangunan pabrik di Cikarang yang digunakan untuk pengoperasian aset kategori spreads senilai Rp 56,29 miliar. Serta penjualan merek dagang lokal sebesar Rp 9,75 miliar.

Alasan utama penjualan aset berwujud dan tak berwujud dari segmen spread dikarenakan perseroan ingin memfokuskan untuk pertumbuhan bisnis utamanya yaitu di segmen home dan personal care.

"Pada 15 Desember 2017, Unilever N.V. dan Unilever Plc menerima tawaran mengikat dari Sigma Bidco B.V., sehubungan dengan pembelian bisnis Spreads global milik Grup Unilever, termasuk aset kategori Spreads di Indonesia yang dimiliki oleh Perseroan," demikian pernyataan perseroan.

Unilever Indonesia tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Sigma Bidco B.V. Jika dilihat saat ini, produk utama perseroan untuk segmen spreads yang paling terkenal ialah produk margarin blueband. Namun pada 2017, kontribusi penjualan dan pedapatan segmen tersebut cukup rendah dibandingkan segmen home dan personal care yang memberikan kontribusi pendapatan hingga Rp 28,1 triliun.

Tevilyan Yudhistira Rusli, Direktur Keuangan Unilever Indonesia, menilai pihaknya akan mengikuti keputusan Unilever pusat. Dia menyatakan, penjualan produk Blue Band selama ini berkontribusi tidak sampai 1,5% dari seluruh total penjualan Unilever.

"Blue Band memang besar di market (margarin), tapi impact ke kami kecil," terang Yudhistira dalam paparan publik, beberapa waktu lalu.

Unilever Indonesia membukukan penurunan laba yang diatribusikan kepada entitas induk pada kuartal I 2018 sekitar 6,17% menjadi Rp1,839 triliun, dari periode serupa tahun lalu Rp1,960 triliun. Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasi, kondisi tersebut dipicu oleh melemahnya penjualan usaha dalam tiga bulan pertama tahun ini sekitar 0,9% atau menjadi Rp10,746 triliun, dari periode serupa tahun lalu Rp10,845 triliun.

Selain itu, beban penjualan pun kian membesar sekitar 6,93% atau menjadi Rp2,052 triliun per akhir Maret 2018, dari kurun waktu serupa tahun sebelumnya Rp1,919 triliun. Perseroan juga harus menanggung semakin kecilnya pendapatan keuangan sekitar 17,28% atau menjadi Rp579 juta per akhir Maret tahun ini, dari kurun waktu serupa tahun lalu yang mencapai Rp700 juta.

Masih Melambat
Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), menyatakan sepanjang Januari hingga Februari 2018 permintaan produk makanan dan minuman belum membaik. Sepanjang awal 2018 ini malah terjadi perlambatan permintaan. “Semenjak Maret kemarin (baru) terlihat kenaikan penjualan,” kata Adhi.

Industri, kata dia, berharap momen puasa dan perayaan oleh umat Islam dapat mendongkrak permintaan. “Diharapkan pada kuartal kedua terlihat realisasi peningkatan penjualan,” katanya.
Adhi tidak menjelaskan besar peningkatan penjualan yang terjadi pada Maret. Demikian juga dengan estimasi peningkatan penjualan pada kuartal kedua mendatang. Pada tahun ini industri makanan minuman (mamin) diproyeksikan tumbuh lebih dari 10% atau naik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu sebesar 9,23%.

Faktor pendorong pertumbuhan industri ini antara lain penerbitan beberapa kebijakan deregulasi yang memudahkan pasokan bakan baku. Selain itu, tahun ini juga merupakan tahun politik yang umumnya peredaran uang meningkat. Hal tersebut diharapkan ikut mendongkrak konsumsi makanan dan minuman.(*/)

Sumber: klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

Senin, 21 Mei 2018

Konsumen Semen Makin Sensitif dengan Faktor Harga

Duniaindustri.com (Mei 2018) – Industri semen pada kuartal I 2018 mengalami perubahan yang makin dinamis. Seiring kondisi oversupplyharga semen yang terbentuk di pasar juga mengalami perubahan yang cukup cepat. Terutama di luar Jawa, harga semen ternyata lebih sensitif turun didorong kehadiran pendatang baru. Konsumen semen di luar Jawa juga cenderung tidak loyal terhadap brand tertentu.

Demikian diungkapkan Direktur Utama PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) Gerhard W. Schutz, belum lama ini. Dia menambahkan, meskipun pangsa pasar masih didominasi oleh tiga pemain besar, salah satunya Holcim, pendatang baru telah merebut pangsa pasar yang cukup besar karena kapasitas mereka mayoritas telah selesai pada 2014 –2015.

"Kehadiran pendatang baru juga mendorong harga turun, terutama di daerah di luar Jawa, di mana pelanggan lebih sensitif terhadap harga dan kesetiaan kepada merek cenderung rendah," tutur Gerhard.

Pertumbuhan penjualan semen diperkirakan pulih secara bertahap di tahun-tahun mendatang, dengan tingkat pertumbuhan untuk daerah di luar Jawa diproyeksikan dua kali lebih cepat.

"Kami memahami bahwa persaingan di antara perusahaan bahan bangunan tidak lagi didasarkan pada harga dan kemampuan untuk mengirimkan semen. Untuk mengunggulinya, Holcim menawarkan produk dan solusi inovatif yang disesuaikan dengan konsumen guna meningkatkan kualitas bangunan dan mengurangi biaya konstruksi," paparnya.

Untuk itu, Holcim memperkenalkan inovasi di semua level sebagai keunggulan kompetitif dalam melayani pelanggan sebaik mungkin.

Komisaris Utama PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) Kuntoro Mangunsubroto menuturkan, pasar semen di Indonesia makin kompetitif karena meningkatnya fasilitas produksi. "Dengan total kapasitas terpasang produksi semen di Indonesia yang saat ini mencapai di atas 100 juta ton, sementara permintaan domestik pada 2017 kurang dari 70 juta, maka pemain semen menghadapi pelemahan harga yang tajam di tengah besarnya kelebihan pasokan," ujar Kuntoro, dalam paparannya.

Dalam upaya menembus pasar yang sudah kelebihan pasokan, para pemain baru menawarkan harga jual yang jauh lebih rendah, sehingga margin laba rata-rata perseroan menurun dalam lima tahun terakhir.

"Akibat persaingan dan tekanan harga yang ketat, pada 2017 total aset Holcim turun 0,69% menjadi Rp19,63 triliun, ekuitas turun 10,71% menjadi Rp7,20 triliun, dan penjualan bersih berkurang 0,81% menjadi Rp9,382 triliun," jelasnya.

Oleh sebab itu, ia mengimbau agar manajemen meningkatkan pangsa pasar di tahun-tahun mendatang. Tujuannya, untuk memenangkan pasar melalui inovasi berkelanjutan.

Semen Curah Melonjak

Penjualan semen di Indonesia pada kuartal I 2018 mencapai 15,72 juta ton tumbuh 6,6% dibanding kuartal I 2017 sebanyak 14,75 juta ton. Seiring dengan itu, penjualan semen curah (bulk) melonjak 19% di kuartal I 2018 secara tahunan, terdorong percepatan realisasi ratusan proyek infrastruktur pemerintah.

Seperti diprediksi Duniaindustri.com, pertumbuhan penjualan semen di Indonesia pada kuartal I 2018 didorong peningkatan pesat di daerah Sumatera yang tumbuh 11,7%, persentase pertumbuhan tertinggi secara kawasan di Indonesia. Penjualan semen di Sumatera pada kuartal I 2018 tumbuh menjadi 3,43 juta ton.

Disusul kemudian pasar semen di Kalimantan yang tumbuh 11,5% menjadi 1,03 juta ton pada kuartal I 2017 secara tahunan. Pasar semen di Jawa tercatat tumbuh tertinggi ketiga, dengan persentase pertumbuhan 6,1% menjadi 8,78 juta ton pada kuartal I 2018. Dilanjutkan pasar semen di Sulawesi yang tumbuh 5,9% menjadi 1,27 juta ton.

Realisasi proyek infrastruktur pemerintah yang dipercepat ikut mendorong pasar semen di Indonesia hingga kuartal I 2018. Terbukti, pertumbuhan penjualan semen curah (bulk) melampaui penjualan semen kemasan (bag). Pada kuartal I 2018, pertumbuhan penjualan semen curah melonjak 19% secara tahunan, didorong percepatan realisasi proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Lebih detail lagi, lonjakan penjualan semen curah terlihat pada Maret 2018 yang meroket 40% secara tahunan, berdasarkan data yang dikumpulkan dari market leader industri semen.

Sedangkan kenaikan penjualan semen kemasan (bag) lebih tipis, hanya membukukan pertumbuhan 3% di kuartal I 2018. Meski demikian, tim Duniaindustri.com menilai, justru persaingan sengit terjadi di segmen kemasan (bag), mengingat para pemain baru (new comers) gencar melakukan penetrasi pasar dan promosi. Hal ini membuat market leader industri semen terpaksa membuat strategi tandingan untuk menghalang para new comers.

Pada Maret 2018, penjualan semen di Indonesia tumbuh 3,5% menjadi 5,2 juta ton dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya 5,02 juta ton. Pertumbuhan tertinggi penjualan semen pada Maret 2018 tetap dipegang Sumatera dengan persentase pertumbuhan 8,8%, disusul Kalimantan 7%, dan Jawa 4,3%. Sementara pertumbuhan penjualan di Nusa Tenggara dan Maluku – Papua tercatat negatif.(*/)

Sumber: klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

Sabtu, 12 Mei 2018

Strategi Merk Baru Dobrak Pasar Mobil

Duniaindustri.com (Mei 2018) – Penjualan mobil di Indonesia pada Maret 2018 tercatat tumbuh 7,8% menjadi 101.666 unit dibanding Februari 2018 sebanyak 94.271 unit. Seiring kenaikan pasar tersebut, peta persaingan kendaraan roda empat makin memanas.

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil mulai menunjukkan peningkatan, menjadi 101.666 unit pada Maret 2018, lebih tinggi sekitar 7,8% persen dari 94.271 unit pada bulan sebelumnya. Dari jumlah tersebut, ada lima mobil yang paling laku dibeli masyarakat di Tanah Air. Kendaraan jenis Low Multi Purpose Vehicle dan Low Cost Green Car masih menguasai pasar mobil nasional.

Dalam deretan lima mobil terlaris, posisi pertama diduduki Mitsubishi Xpander, mengungguli mobil sejuta umat Toyota Avanza. Dengan demikian, Mitsubishi telah menggulingkan dominasi Avanza sebagai mobil terlaris di Indonesia.

Penjualan Mitsubishi Xpander secara wholesales (dari pabrik ke diler) telah mencapai 7.493 unit selama Maret 2018, meski sebulan sebelumnya lebih rendah yakni 7.400 unit. Namun, kehadiran Xpander mampu menggeser dominasi raja mobil MPV Toyota Avanza yang tercatat terjual sebanyak 7.097 unit pada Maret 2018, atau naik tipis dibanding Februari 2018 sebesar 6.773 unit.

Disusul Toyota Calya yang berada diurutan ketiga. Mobil murah ramah lingkungan itu telah terdistribusi secara nasional pada Maret 2018, sebanyak 5.242 unit. Sebelumnya, kendaraan ini berada pada posisi keempat dengan total 4.679 unit.

Selanjutnya ditempati Kijang Innova. Medium MPV ini telah dipasarkan ke diler sebanyak 5.168 unit. Februari, mobil ini terdistribusi mencapai 4.954 unit.

Mobil Low Sport Utility vehicle dari Toyota, Rush, mengisi daftar lima mobil terlaris dengan menempati urutan kelima. Jumlah penjualannya secara wholesales mencapai 5.027 unit.

Tren Pergeseran

Hingga tahun lalu, pasar kendaraan beroda empat di Indonesia dikuasai oleh tiga merek, yakni Toyota, Daihatsu, dan Honda. Ketiganya kerap menempati peringkat atas dalam hal distribusi ke jaringan, maupun penjualan ke konsumen.

Namun kini, kehadiran Mitsubishi dengan mobil keluarga terbaru Xpander mulai mengusik ketiganya. Secara tiba-tiba, Mitsubishi yang pada 2017 ada di peringkat keempat, di periode Januari hingga Maret 2018 naik ke posisi dua.

Walau masih ada sembilan bulan lagi, prestasi tersebut tidak bisa dianggap enteng. Kesuksesan pabrikan berlogo tiga berlian itu tidak lepas dari kehadiran Xpander dan Pajero Sport.

Bahkan, Xpander yang mengusung bentuk tidak umum pada Februari dan Maret tahun ini sukses menjadi mobil keluarga kelas bawah terlaris secara nasional. Mobil sejuta umat, Toyota Avanza, harus mengalah, karena penjualannya lebih rendah beberapa ratus unit.

Ditambah lagi, jumlah pemesanan Xpander yang belum diselesaikan oleh Mitsubishi mencapai puluhan ribu unit. Sebab, kapasitas produksinya saat ini hanya sekitar tujuh ribu unit per bulan.

“Sampai saat ini, yang sudah melakukan pemesanan itu 66 ribu lebih dan kami baru menyediakan 55% ke konsumen,” ungkap Head of Sales and Marketing Group PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia, Imam Choeru Cahya.

Wuling Dobrak Pasar

Di sisi lain, pasar mobil segmen MPV medium dikejutkan oleh kehadiran Wuling, produsen mobil asal China. Berdasarkan data Gaikindo, segmen MPV dibagi menjadi tiga model, yakni low (bawah), medium (menengah) dan upper (atas).

Khusus model MPV menengah, penjualannya secara wholesales atau pabrk ke diler pada Maret 2018 tercatat 7.063 unit. Angka ini lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya di tahun ini, namun lebih rendah seribuan unit dibandingkan tahun lalu.

Mobil yang menempati peringkat pertama di segmen tersebut masih dari Toyota, yakni Kijang Innova, dengan angka 5.168 unit. Begitu mendominasinya Innova, membuat mobil-mobil lainnya hanya mencatat angka penjualan ratusan unit saja.

Seperti Nissan Grand Livina, yang laku 721 unit di bulan ketiga tahun ini. Kemudian disusul oleh pendatang baru, Wuling Cortez, dengan angka penjualan 629 unit.

Kehadiran Cortez membuat Toyota Sienta harus puas ada di urutan keempat, karena hanya terjual 434 unit. Begitu pula Isuzu Panther, yang ada di peringkat kelima dengan 100 unit.(*)

Sumber: klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

Sabtu, 05 Mei 2018

Mencari Peluang Usaha, Cermati 4 Kondisi Disruptive Ini


Perubahan yang cepat di industri secara umum akibat revolusi digital tak terelakkan. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, industri terus berubah seiring revolusi digital. Jika tidak, maka kita akan ketinggalan. Jadi pemenang dari era ini bukan lagi yang terkuat, bukan lagi yang terpintar, tapi yang paling responsif terhadap perubahan-perubahan ataupun melakukan transformasi tercepat.

Untuk menghadapi hal itu, pebisnis perlu memiliki strategi transformasi industri untuk menjamin kelangsungan (sustainability) usaha yang makin kompetitif, makin efektif dan efisien, serta mencari metode-metode baru guna mencapai tujuan tersebut. Perlu disadari, perubahan-perubahan yang terjadi saat ini sudah mengarah pada perubahan yang disruptive dengan penekanan pada empat kondisi yakni volatility, uncertanty, complexity, and ambiguity.

Keempat kondisi itu membutuhkan kemampuan bertransformasi dari masing-masing lini bisnis di dalam tubuh perusahaan. Terutama di bidang marketing, business development, sales, supply chain.


Karena itu, Duniaindustri.com, sebuah startup khusus di segmen industri, berupaya untuk memfasilitas hal tersebut dengan terus mengupdate database industri. Selain itu, Duniaindustri.com juga meningkatkan pelayanan bagi pelanggan dan keamanan bertransaksi online dengan mengadopsi teknologi "easy digital download". Dengan teknologi ini, user atau pelanggan dapat dengan mudah bertransaksi serta mengakses database industri secara lebih cepat, praktis, kapanpun dan di manapun berada.

Saat ini lebih dari 154 data historis industri dari berbagai sektor industri manufaktur (tekstil, agro, kimia, makanan-minuman, elektronik, farmasi, otomotif, rokok, semen, perkapalan, dan lainnya), komoditas, pertanian, perkebunan, sumber daya mineral, logistik, infrastruktur, properti, perbankan, reksadana, media, consumer, hingga makro-ekonomi, menjadi kumpulan database di duniaindustri.com.

Per awal April 2017, detektif industri juga dilengkapi tools (instrumen analisis) untuk melakukan market intelligence (competitor intelligence) dengan lebih terukur, komprehensif, dan berkesinambungan. Duniaindustri.com juga memperluas coverage basis data dan database spesifik guna menangkap seluruh aktivitas industri di seluruh sektor usaha di Indonesia.



Sumber: di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya: